Jumat, 31 Mei 2013

Satu Hal Luar Biasa Bernama: Kedewasaan

Hari ini, gue mendapatkan pengalaman yang luar biasa.
Pengalaman yang membuat gue ingin sekali berubah. Lebih nyata. Lebih serius.

Tadi pagi, gue baru aja menyakiti hati seorang ibu yang seharusnya gue hormati. Bukan hanya gue sih, tapi banyak juga yang lainnya. Tapi gue merasa sangat sangat bersalah, dan gue ingin bertanggung jawab atas itu. Dan tadi pagi, gue melihat bulir airmata jatuh dari kelopak seorang ibu. Hati gue miris. Tercabik.

Gue telah mengucapkan kata-kata yang kurang pantas bagi beliau--gue sadar itu--meskipun saat beliau sudah benar-benar pergi dari hadapan gue. Teman-teman gue yang lain sebelumnya memang mengeluh, bad-mouthing at her. Tapi itu hanya celotehan kesal. Hei, kita juga manusia. Dan untungnya, gue sempat meminta maaf atas kelakukan gue dan teman-teman tadi siang. And the problem's solved.

Peristiwa itu memang terlihat biasa saja, sih. Tapi atas peristiwa itu, gue semakin berpikir, gue semakin tersadar. Gue gak seharusnya bersikap seperti itu. Gue harusnya bisa menjadi orang yang lebih dewasa. Gak ada gunanya gue masuk di sekolah menengah atas dengan predikat baik jika gue gak bisa membuat aksi nyata, perpindahan masa dari remaja menuju dewasa. Gue ini orang yang terlalu santai. Gue egois. Sangat egois. Gue hanya mementingkan perasaan gue sendiri. Gue orang yang sombong, sombong untuk sekedar mengakui bahwa gue rendah. I'm nothing. I'm useless. Padahal gue memang gak pernah melakukan aksi nyata untuk merubah label itu.

There's no point of getting older if we can't grown. Kita makin hari makin tua. Waktu yang kita punya di dunia ini makin tipis. Apa yang telah kita perbuat untuk mengisi hari-hari kosong itu? Apa? Hanya itu? Apa spesialnya? Semua orang juga melakukan itu. Terus apa?

Kita makin hari makin tua, tapi mental kita masih jauh tertinggal di sebrang sana, tidak ikut terangkut saat kita menyebrangi sungai yang panjang dan dalam ini. Kita hanya punya modal nekat untuk menerjang arus itu dengan tubuh kita sendiri. Tidak ada satu pun kayak yang kita buat untuk menyebrang ke sana. Kita hanya bermimpi untuk menggapai ujung jalan itu, mencapai hulu sungai. Tapi, kaki saja tidak cukup kuat untuk melangkahkan kaki menerjang arus dengan berbagai penghuninya. Kaki itu rapuh, bisa patah. Keberuntungan saja tidak cukup. Berharap saja tidak cukup. Bermimpi saja tidak cukup. Kita harus punya hal yang dapat membawa kita kesana, dan kita tidak akan pernah bisa dianggap sukses mencapai hulu itu jika tidak ada orang lain yang melihat kita, kan?

Gue ingin berubah. Mempersiapkan, merencanakan, dan me-nyata-kan mimpi gue. Jika gue begini terus, gue gak akan pernah sampai ke hulu. Gak akan. Tapi, gue juga membutuhkan orang lain untuk membantu gue. Karena gue terlalu lemah untuk menerjangnya sendiri.

Tujuan gue berikutnya bukanlah hulu sungai. Tapi satu hal bernama kedewasaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar