Hello again blog! Since
it is the first time I write on here again, I wanna share all of my stories~
Menindaklanjuti
(ceile) curcolan gue kemarin tentang anti-sosial, gue ingin menjelaskan siapa
gue sebenarnya. Well, ini gak penting juga sih untuk dibaca orang lain, apalagi
kalo ada teman dunia nyata yang melihat postingan ini. Tapi, ini blog gue.
Suka-suka mau pos tentang apapun, got a problem with that?
Yah.
Nama gue Utami. Lo bisa manggil gue Shida Mirai, atau apapun atas seizin gue
tentunya. Haha. Gue orang biasa. Gue adalah seorang siswa di salah satu SMA di
Kabupaten Sumedang. Gue baru duduk di kelas 2 SMA.
Kehidupan
gue? Biasa aja. Bangun tidur, berangkat sekolah, pulang sekolah, nonton
dorama/baca buku, tidur, bangun lagi, sekolah lagi, dan begitu seterusnya. Gue
memang terlihat seperti siswa yang introvert di sekolah. Walaupun kenyataannya
memang iya, tapi gue gak seintrovert itu. Gue siswa yang relatif pendiam di
sekolah, dan jarang untuk mengungkapkan cerita tentang kehidupan gue, entah itu
pribadi atau yang lain. Entahlah, gue Cuma merasa bahwa kalaupun gue bercerita
kepada mereka tentang hobi gue, kehidupan gue ataupun yang lainnya, gue sangat
yakin bahwa mereka hanya akan mengacuhkan gue karena gak ngerti atau malah gak
tertarik sama pembicaraan gue, yang didominasi oleh obrolan seputar Jepang,
politik, dan hal-hal lain yang dianggap aneh bagi mereka -_-
Beda
dengan masa-masa SMP gue, dimana gue bisa bergerak secara bebas meskipun dari
luar ‘kelas’, banyak yang menganggap kelas gue adalah kelas yang berisi dengan
siswa yang—ehem—beda. Dianggap sulit untuk mengungkapkan ‘kegilaan’. But
they’re totally wrong. Justru di kelas SMP gue yang mereka anggap hanya sebuah
‘sangkar’, gue malah sangat bahagia. Gue bisa menyalurkan hobi gue; nonton
J-dorama bareng teman-teman seperjuangan, baca manga/novel dengan teman-teman
senasib, dan berdiskusi hal-hal lain yang mereka pahami arah tujuannya. Apapun
itu, gue senang. Gue bisa berekspresi secara bebas di dalam sangkar yang
dipandang aneh oleh kebanyakan orang. Karena di kelas SMP gue, CIA, teman-teman
gue bisa menghargai apa yang gue bicarakan meskipun mereka tidak terlalu
mengerti. Mereka akan selalu setia mendengarkan tanpa memotong pembicaraan, gak
ada yang namanya golongan-golongan tertentu, seperti golongan kaya-miskin,
golongan gaul-cupu, golongan kota ataupun desa. Gak ada gap antara orang yang
satu dengan yang lainnya. Kita malah sering ngerumpi sekelas sama-sama, membuat
lingkaran di depan atau belakang kelas untuk membicarakan kehidupan masing-masing,
bermain shiritori atau game lainnya, tapi kita gak pernah membicarakan
orang lain terlalu jauh. Kita gak akan
memandang remeh orang lain. Kita tidak membicarakan orang lain terlalu
berlebihan, tapi malah membicarakan kehidupan kita masing-masing. Dan apapun
itu bentuknya, mereka akan menghargai dan menanggapi celetukan ajaib dari
masing-masing orang. Kita juga sering memberi masukkan dan saling terbuka
tentang apa yang kita gak suka, misalnya gue gak suka sama tingkah si A yang
begini-begini, dan si A akan mengerti. Begitu seterusnya, tanpa cercaan, tanpa
cemoohan. Kritik yang membangun, bukan kritik yang merendahkan. Kita
mendiskusikan semua, tidak memaksakan kehendak pribadi. Dan itu lah yang gak
gue dapatkan di SMA.
Padahal,
harusnya siswa SMA itu lebih dewasa dalam menanggapi semua hal. Itulah kenapa
gue cenderung diam, memainkan hp untuk say hello bersama teman-teman komunitas
gue (oh iya, gue gabung di komunitas yang sehobi dengan gue, One Piece Fans
Club Indonesia—penggemar animanga One Piece, dan Community of Creative
Detective Indonesia—tempat yang bisa dijadikan rumah kedua bagi gue dan rumah
persinggahan di saat gue bosan dengan obrolan gak penting di dunia nyata).
Sekalinya gue ikut andil dalam konversasi antara teman-teman gue di SMA, gue akan
langsung bosan dan akhirnya pergi dari konversasi itu. Seriously, gak ada hal
yang paling buang-buang waktu dari merendahkan orang lain. Oke, itu memang
salah satu bentuk pengendalian sosial, tapi please, gak usah mendeskritkan
orang lain.
Itulah
kenapa dari mulai teman-teman kelas 1 di SMA gue sampai kakak kelas gue
menganggap bahwa gue adalah orang yang serius, padahal sebenarnya gue gak
pernah menanggapi sesuatu terlalu serius. Man, we are getting older everyday,
but our mental are getting lower every second. Kita cuma membuang-buang waktu
untuk mengurusi hobi orang lain. Seriously, apa ini menyenangkan untuk lo?
Menyenangkan saat lo melihat orang lain tertawa atas penderitaan yang lainnya?
Menyenangkan saat mendengarkan orang lain dihina sedemikian rupa di depan lo?
Menyenangkan saat lo mempermainkan mereka dengan kata-kata yang menyakitkan?
Menyenangkan saat lo mematikan orang lain atas perbuatannya? Menyenangkan saat
orang lain tersungkur, dan lo malah menginjak dan menguburnya jauh di dasar
sana? Menyenangkan saat lo harus berpura-pura menyenangi dan menghormati orang
lain yang malah memandang lo dengan sebelah mata? Menyenangkan saat lo dituntut
dan dipaksa mendengarkan hal yang gak pantas untuk lo dengar? Menyenangkan saat
lo menggalang pasukan untuk mendapatkan keuntungan dari segala hal, meskipun
itu salah? Menyenangkan saat mem-bully orang lain? Menyenangkan saat sebelah
mata lo hanya tertuju pada hal yang gak pantas lo lihat? No! Apanya yang
menyenangkan atas itu semua? Itu malah menunjukkan rendahnya sikap lo atas
segala sesuatu. Mem-bully orang lain, huh? Cerita lama! Gue yakin bahwa orang
yang suka mem-bully orang lain adalah korban keganasan sinetron. Well,
kata-kata gue barusan juga termasuk mem-bully orang yang suka mem-bully. Tapi
gue juga gak berharap dianggap sebagai pahlawan dengan membela orang yang
di-bully. Dulu gue juga termasuk orang yang seperti itu di komunitas internet
gue, tapi gak pernah terjadi di dunia nyata. Gue mulai melangkahkan kaki dari
hal yang memang seharusnya gue tingglkan. Argh! Ini makin rumiiiiit.
Gue
di SMA memang belum pernah di-bully, itu satu poin yang sangat gue syukuri.
Tapi gue selalu merasa ih-lo-kira-lo-perfect saat melihat orang lain di-bully.
They are just wasting their precious times! Bully lebih mengerikan dari
korupsi. Say no to bullying!
Gue
gak tau bagaimana kelak gue akan dipandang oleh mereka. As long as I keep my
principes up, I’ll go through the crowd, put my life on the line to get what I
should have. Dan sekali lagi, meskipun gue gak terlalu mengerti apa itu anti-sosial
di kacamata para ahli dan psikolog, tapi gue akan mengatakan bahwa gue bukan
orang yang ansos. Gue hanya punya prinsip, dan gue gak pernah berkeinginan
untuk melanggarnya. Gue gak mau ikut serta dalam hal-hal yang bertentangan dengan
prinsip gue, dan bullying adalah hal pertama yang akan gue tentang! Dan gue
hanya akan mendengarkan hal yang tidak ada sangkut pautnya dengan merendahkan
orang lain.
Gue
sadar, gue sekarang mulai dijauhi oleh teman-teman sekelas bahkan se-sekolah karena
gue dianggap freak. Ah apapun itu, yang namanya prinsip, ada untuk dipegang
teguh, bukan untuk dilanggar. Gue telah membuat prinsip yang freak menurut
orang lain, tapi gue, akan terus memegangnya. Apapun yang terjadi.
Yah
pada akhirnya, gue tetap berbicara ngalor-ngidul di blog gue ini. It’s okay.
Setidaknya, gue mulai lega setelah mempos blog ini. Walaupun agak-agak
berlawanan gitu deh antara prolog dan epilognya. Hahaha. Yah, terserah gue dong
mau ngomong apa juga. Ada yang tersindir? Gue malah merasa bahwa postingan ini
menyindir gue sendiri lho. Menyindir gue yang dianggap ansos, dan mungkin mulai
sekarang gue akan mencoba untuk lebih ‘terbuka’. Dan yah, tetep, terserah gue
dong mau mempos apapun di blog gue, asalkan itu tidak melanggar hukum dan prinsip
gue tentunya. Got a problem, dude? :p
Tidak ada komentar:
Posting Komentar