Sabtu, 23 November 2013

Bullying & Anti-Social



Hello again blog! Since it is the first time I write on here again, I wanna share all of my stories~

Menindaklanjuti (ceile) curcolan gue kemarin tentang anti-sosial, gue ingin menjelaskan siapa gue sebenarnya. Well, ini gak penting juga sih untuk dibaca orang lain, apalagi kalo ada teman dunia nyata yang melihat postingan ini. Tapi, ini blog gue. Suka-suka mau pos tentang apapun, got a problem with that?

Yah. Nama gue Utami. Lo bisa  manggil gue Shida Mirai, atau apapun atas seizin gue tentunya. Haha. Gue orang biasa. Gue adalah seorang siswa di salah satu SMA di Kabupaten Sumedang. Gue baru duduk di kelas 2 SMA.
Kehidupan gue? Biasa aja. Bangun tidur, berangkat sekolah, pulang sekolah, nonton dorama/baca buku, tidur, bangun lagi, sekolah lagi, dan begitu seterusnya. Gue memang terlihat seperti siswa yang introvert di sekolah. Walaupun kenyataannya memang iya, tapi gue gak seintrovert itu. Gue siswa yang relatif pendiam di sekolah, dan jarang untuk mengungkapkan cerita tentang kehidupan gue, entah itu pribadi atau yang lain. Entahlah, gue Cuma merasa bahwa kalaupun gue bercerita kepada mereka tentang hobi gue, kehidupan gue ataupun yang lainnya, gue sangat yakin bahwa mereka hanya akan mengacuhkan gue karena gak ngerti atau malah gak tertarik sama pembicaraan gue, yang didominasi oleh obrolan seputar Jepang, politik, dan hal-hal lain yang dianggap aneh bagi mereka -_-

Beda dengan masa-masa SMP gue, dimana gue bisa bergerak secara bebas meskipun dari luar ‘kelas’, banyak yang menganggap kelas gue adalah kelas yang berisi dengan siswa yang—ehem—beda. Dianggap sulit untuk mengungkapkan ‘kegilaan’. But they’re totally wrong. Justru di kelas SMP gue yang mereka anggap hanya sebuah ‘sangkar’, gue malah sangat bahagia. Gue bisa menyalurkan hobi gue; nonton J-dorama bareng teman-teman seperjuangan, baca manga/novel dengan teman-teman senasib, dan berdiskusi hal-hal lain yang mereka pahami arah tujuannya. Apapun itu, gue senang. Gue bisa berekspresi secara bebas di dalam sangkar yang dipandang aneh oleh kebanyakan orang. Karena di kelas SMP gue, CIA, teman-teman gue bisa menghargai apa yang gue bicarakan meskipun mereka tidak terlalu mengerti. Mereka akan selalu setia mendengarkan tanpa memotong pembicaraan, gak ada yang namanya golongan-golongan tertentu, seperti golongan kaya-miskin, golongan gaul-cupu, golongan kota ataupun desa. Gak ada gap antara orang yang satu dengan yang lainnya. Kita malah sering ngerumpi sekelas sama-sama, membuat lingkaran di depan atau belakang kelas untuk membicarakan kehidupan masing-masing, bermain shiritori atau game lainnya, tapi kita gak pernah membicarakan orang  lain terlalu jauh. Kita gak akan memandang remeh orang lain. Kita tidak membicarakan orang lain terlalu berlebihan, tapi malah membicarakan kehidupan kita masing-masing. Dan apapun itu bentuknya, mereka akan menghargai dan menanggapi celetukan ajaib dari masing-masing orang. Kita juga sering memberi masukkan dan saling terbuka tentang apa yang kita gak suka, misalnya gue gak suka sama tingkah si A yang begini-begini, dan si A akan mengerti. Begitu seterusnya, tanpa cercaan, tanpa cemoohan. Kritik yang membangun, bukan kritik yang merendahkan. Kita mendiskusikan semua, tidak memaksakan kehendak pribadi. Dan itu lah yang gak gue dapatkan di SMA.
Padahal, harusnya siswa SMA itu lebih dewasa dalam menanggapi semua hal. Itulah kenapa gue cenderung diam, memainkan hp untuk say hello bersama teman-teman komunitas gue (oh iya, gue gabung di komunitas yang sehobi dengan gue, One Piece Fans Club Indonesia—penggemar animanga One Piece, dan Community of Creative Detective Indonesia—tempat yang bisa dijadikan rumah kedua bagi gue dan rumah persinggahan di saat gue bosan dengan obrolan gak penting di dunia nyata). Sekalinya gue ikut andil dalam konversasi antara teman-teman gue di SMA, gue akan langsung bosan dan akhirnya pergi dari konversasi itu. Seriously, gak ada hal yang paling buang-buang waktu dari merendahkan orang lain. Oke, itu memang salah satu bentuk pengendalian sosial, tapi please, gak usah mendeskritkan orang lain.

Itulah kenapa dari mulai teman-teman kelas 1 di SMA gue sampai kakak kelas gue menganggap bahwa gue adalah orang yang serius, padahal sebenarnya gue gak pernah menanggapi sesuatu terlalu serius. Man, we are getting older everyday, but our mental are getting lower every second. Kita cuma membuang-buang waktu untuk mengurusi hobi orang lain. Seriously, apa ini menyenangkan untuk lo? Menyenangkan saat lo melihat orang lain tertawa atas penderitaan yang lainnya? Menyenangkan saat mendengarkan orang lain dihina sedemikian rupa di depan lo? Menyenangkan saat lo mempermainkan mereka dengan kata-kata yang menyakitkan? Menyenangkan saat lo mematikan orang lain atas perbuatannya? Menyenangkan saat orang lain tersungkur, dan lo malah menginjak dan menguburnya jauh di dasar sana? Menyenangkan saat lo harus berpura-pura menyenangi dan menghormati orang lain yang malah memandang lo dengan sebelah mata? Menyenangkan saat lo dituntut dan dipaksa mendengarkan hal yang gak pantas untuk lo dengar? Menyenangkan saat lo menggalang pasukan untuk mendapatkan keuntungan dari segala hal, meskipun itu salah? Menyenangkan saat mem-bully orang lain? Menyenangkan saat sebelah mata lo hanya tertuju pada hal yang gak pantas lo lihat? No! Apanya yang menyenangkan atas itu semua? Itu malah menunjukkan rendahnya sikap lo atas segala sesuatu. Mem-bully orang lain, huh? Cerita lama! Gue yakin bahwa orang yang suka mem-bully orang lain adalah korban keganasan sinetron. Well, kata-kata gue barusan juga termasuk mem-bully orang yang suka mem-bully. Tapi gue juga gak berharap dianggap sebagai pahlawan dengan membela orang yang di-bully. Dulu gue juga termasuk orang yang seperti itu di komunitas internet gue, tapi gak pernah terjadi di dunia nyata. Gue mulai melangkahkan kaki dari hal yang memang seharusnya gue tingglkan. Argh! Ini makin rumiiiiit.
Gue di SMA memang belum pernah di-bully, itu satu poin yang sangat gue syukuri. Tapi gue selalu merasa ih-lo-kira-lo-perfect saat melihat orang lain di-bully. They are just wasting their precious times! Bully lebih mengerikan dari korupsi. Say no to bullying!

Gue gak tau bagaimana kelak gue akan dipandang oleh mereka. As long as I keep my principes up, I’ll go through the crowd, put my life on the line to get what I should have. Dan sekali lagi, meskipun gue gak terlalu mengerti apa itu anti-sosial di kacamata para ahli dan psikolog, tapi gue akan mengatakan bahwa gue bukan orang yang ansos. Gue hanya punya prinsip, dan gue gak pernah berkeinginan untuk melanggarnya. Gue gak mau ikut serta dalam hal-hal yang bertentangan dengan prinsip gue, dan bullying adalah hal pertama yang akan gue tentang! Dan gue hanya akan mendengarkan hal yang tidak ada sangkut pautnya dengan merendahkan orang lain.

Gue sadar, gue sekarang mulai dijauhi oleh teman-teman sekelas bahkan se-sekolah karena gue dianggap freak. Ah apapun itu, yang namanya prinsip, ada untuk dipegang teguh, bukan untuk dilanggar. Gue telah membuat prinsip yang freak menurut orang lain, tapi gue, akan terus memegangnya. Apapun yang terjadi.

Yah pada akhirnya, gue tetap berbicara ngalor-ngidul di blog gue ini. It’s okay. Setidaknya, gue mulai lega setelah mempos blog ini. Walaupun agak-agak berlawanan gitu deh antara prolog dan epilognya. Hahaha. Yah, terserah gue dong mau ngomong apa juga. Ada yang tersindir? Gue malah merasa bahwa postingan ini menyindir gue sendiri lho. Menyindir gue yang dianggap ansos, dan mungkin mulai sekarang gue akan mencoba untuk lebih ‘terbuka’. Dan yah, tetep, terserah gue dong mau mempos apapun di blog gue, asalkan itu tidak melanggar hukum dan prinsip gue tentunya. Got a problem, dude? :p

Tidak ada komentar:

Posting Komentar